Review Buku : Loving the Wounded Soul, Alasan dan Tujuan Depresi Hadir di Hidup Manusia

Judul buku : LOVING THE WOUNDED SOUL

Alasan dan Tujuan Depresi Hadir di Hidup Manusia

Penulis       : Regis Machdy

Penerbit    : PT Gramedia Pustaka Utama, 2019

Berawal dari seorang kakak SDC (Student Development Center) menghubungi saya untuk menjadi moderator salah satu webinar mereka. Temanya tentang kesehatan mental, dengan judul “Its Okay Not to Be Okay”. Karena temanya menarik dan sesuai bidang pendidikan saya, saya menerima tawaran tersebut dan segera mengecek siapa pembicaranya. Jujur saja saat itu saya belum tahu detail latar belakang dan pengalaman pembicaranya. Pembicaranya adalah Regisda Machdy Fuadhy, S.Psi, M.Sc, seorang dengan latar belakang pendidikan psikologi dan mengambil M.Sc di bidang global mental heath di University of Glasgow, UK. Wah keren sekali, pikir saya. Didalami lagi beliau juga merupakan survivor depresi. Saya semakin tertarik. Begitu saya ketik namanya di Google, keluarlah hasil telusuran bahwa ia salah satu pendiri pijarpsikologi.org, salah satu media psikologi dan kesehatan mental serta penulis buku “Loving the Wounded soul : Alasan dan Tujuan Depresi Hadir di Hidup Manusia”. Belakangan saya baru tahu bahwa buku ini masuk list top 10 nonfiction buku-buku terbitan Gramedia selama 3 bulan dan National Best Seller pada bulan 2020.

Saya pun segera membeli bukunya (tentu saja via online karena sedang WFH dan #stayathome). Buat saya covernya sangat “catchy”, menarik dan membuat ingin segera membacanya. Latar putih dengan ilustrasi wajah-wajah orang berwarna warni memberikan kesan yang terang dan clean, jauh dari kesan bahwa buku mengenai depresi maka warnanya akan warna-warna gelap atau hitam. Penulis membuat buku ini dengan tujuan untuk membantu para pembaca yang mungkin juga mengalami depresi, sekaligus untuk menyampaikan awareness bahwa isu-isu kesehatan mental adalah isu yang harus kita hadapi bersama.

Penulis yang memiliki latar belakang psikologi mencoba mengupas depresi dari sudut pandang teoritis dan personal. Menariknya dalam menjelaskan depresi secara teoritis, penulis menuliskan dalam bahasa yang membumi dan mudah dipahami oleh semua kalangan. Penjelasan yang diberikan membuat saya flashback pada buku-buku kuliah psikologi dulu tapi minus njelimetnya. Istilah-istilah medis dan psikologis digunakan dalam penjelasan oleh penulis namun bagi yang tidak familiar dengan istilah-istilah tersebut tidak perlu bingung karena penulis sudah menaruh Daftar Istilah di awal buku. Dari sisi teoritis, penulis berusaha menjelaskan “apa sih depresi itu?”. Depresi hingga saat ini lebih banyak dipahami sebagai suatu kondisi mood negatif belaka. Padahal depresi jauh lebih kompleks dari sekedar rasa sedih atau stres. Penulis menjelaskan pada penderita depresi begitu banyak aspek yang mempengaruhi dirinya. Kita tentu sudah menebak bahwa ada faktor psikologis, namun ternyata banyak aspek lainnya yang saling berkaitan yaitu aspek biolologis (gen, struktur otak, dan lain-lain), sosial (budaya, cuaca, makanan), dan spiritual (makna dan tujuan hidup, iman, cinta kasih). Masing-masing aspek ini dibahas dengan mendalam dengan jelas sehingga pembaca memahami betapa kompleksnya proses yang terjadi pada seorang dengan depresi. Tak hanya itu penulis bermaksud menyadarkan para pembaca bahwa depresi itu adalah penyakit sungguhan, sebagaimana penyakit fisik lainnya. Dengan adanya penjelasan ini diharapkan depresi tidak lagi disertai dengan stigma negatif seperti orang dengan depresi dianggap sebagai seseorang dengan mental yang lemah atau hanya cari perhatian.

Selain dibahas dari sisi teoritis, masing-masing aspek juga disertai penuturan penulis mengenai pengalamannya maupun contoh-contoh kasus lainnya. Hal ini membuat dasar teoritis yang dipakai menjadi mudah dipahami dan dapat kita relate. Saya yakin ketika pembaca membaca buku ini akan banyak (atau setidaknya beberapa kali) merasa senasib dengan penulis atau pernah mengalami hal yang serupa. Namun jangan kuatir buku ini akan membuat kalian feeling blue, pengalaman penulis untuk bangkit dan menemukan dirinya juga menjadi motivasi yang luar biasa untuk kita. Buat teman-teman pembaca yang belum “kenal” depresi maupun teman-teman yang beruntung belum pernah merasakan emosi negatif ekstrem lainnya, pengalaman penulis selama mengalami depresi dapat menjadi kacamata kalian untuk menghayati bagaimana depresi itu dirasakan oleh penderitanya. Bagaimana gelap dan menjeratnya pemikiran-pemikiran yang muncul pada seseorang akibat depresi. Worthless, hopeless, dan helpless adalah kata-kata yang dipilih penulis untuk menggambarkan kondisi yang dirasakan penderita depresi.

Bagi saya sendiri yang sudah pernah mempelajari mengenai depresi, buku ini tetap tidak membosankan dan sangat menyenangkan untuk dibaca. Pengalaman penulis memperkaya ilmu saya dan membuka sebuah sudut pandang lain yang terasa dekat dan personal. Buku ini berbaik hati tidak hanya menjelaskan depresi dari secara komprehensif tapi juga mengajarkan kita untuk berempati dan menolong teman yang tengah mengalami depresi. Oleh karena itu buku ini baik untuk semua kalangan, baik yang sedang mengalami depresi, ingin mempelajari tentang depresi, maupun pembaca umum yang memiliki awareness  akan kesehatan mental.

Untuk teman-teman yang tengah mengalami depresi maupun suasana hati dan emosi yang negatif jangan ragu untuk mencari tempat bercerita. Carilah keluarga atau teman yang dapat diandalkan untuk berbagi. Jangan lupa pula untuk edukasi diri kalian (self-educated) dengan membaca dan mencari tahu dari sumber-sumber yang kredibel, namun jangan self-diagnosed ya! Kalau kalian memiliki banyak pertanyaan atau merasa kewalahan dengan suasana hati dan emosi kalian, jangan ragu untuk cari bantuan profesional seperti psikolog dan psikiater. Karena sebagaimana judul dari kegiatan SDC yang saya sebutkan di awal : Its okay to be not okay!

Laksita Nastiti Diwasasri, S.PSi., M.Psi., Psikolog