RESILIENCE BOOST YOUR PAIN TOLERANCE
Mental Health Workshop kali ini kembali dengan mengangkat tema Resilence yang dibawakan oleh Dwiko Kusuma Indramawan, S. Psi., M.Si. Resilience, atau ketahanan mental, merujuk pada kemampuan seseorang untuk menghadapi, bangkit, dan pulih setelah mengalami kesulitan atau tantangan hidup. Orang yang resilien tidak hanya mampu bertahan dalam situasi sulit, tetapi juga belajar dan berkembang darinya. Resilience bukanlah sifat bawaan, melainkan keterampilan yang dapat dikembangkan seiring waktu, dan sangat penting untuk menjaga kesejahteraan mental di tengah kehidupan yang penuh tekanan dan ketidakpastian.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi tingkat resilience seseorang. Salah satu faktor utama adalah dukungan sosial. Hubungan yang kuat dengan keluarga, teman, atau komunitas dapat memberikan sumber kekuatan emosional yang membantu seseorang mengatasi kesulitan. Dukungan ini memberikan rasa aman dan mengingatkan individu bahwa mereka tidak sendirian dalam perjuangan mereka. Tanpa jaringan sosial yang kuat, seseorang mungkin merasa lebih mudah terisolasi dan rentan terhadap stres.
Selain dukungan sosial, kepercayaan diri juga memainkan peran penting dalam membentuk resilience. Seseorang yang memiliki keyakinan pada kemampuan diri untuk mengatasi masalah lebih cenderung bertahan menghadapi tantangan. Kepercayaan diri ini dapat dibangun melalui pengalaman masa lalu, pencapaian, dan sikap positif terhadap diri sendiri. Orang yang merasa yakin akan kemampuan mereka untuk mengatasi rintangan cenderung lebih mudah bangkit kembali dari kegagalan atau kesulitan.
Keterampilan pengelolaan emosi juga mempengaruhi resilience. Kemampuan untuk mengelola perasaan, seperti kecemasan atau frustrasi, membantu individu menjaga keseimbangan mental dalam menghadapi stres. Mengembangkan kemampuan untuk merespons perasaan secara sehat, seperti dengan refleksi diri dan mindfulness, sangat penting dalam memperkuat ketahanan emosional. Tanpa keterampilan ini, seseorang mungkin merasa kewalahan oleh perasaan negatif yang muncul dalam situasi sulit.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menciptakan perilaku resilien, seperti membangun koneksi, baik itu dengan keluarga, teman, maupun lingkungan sosial lainnya. Mencari dukungan sosial akan membuat individu dapat melihat perspektif lain dari masalah yang dihadapi, sehingga akan memunculkan kreativitas baru terhadap menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi.
Selain lingkungan sosial, individu juga bisa belajar reflektif dengan dirinya. Merawat diri sendiri, baik secara fisik maupun mental merupakan suatu kegiatan yang penting dilakukan. Aktivitas seperti berolahraga, tidur yang cukup, dan makan dengan baik dapat membantu menjaga keseimbangan tubuh dan pikiran. Ketika tubuh sehat, seseorang lebih mampu mengatasi stres dan tantangan. Mengambil waktu untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan atau relaksasi juga dapat membantu mengurangi tekanan dan memperkuat ketahanan mental.
Kontrol atas diri juga dapat dilakukan sebagai salah satu cara meningkatkan habit resilien. Kontrol ini bisa berupa meregulasi emosi secara adaptif, journaling terhadap kegiatan, pikiran, maupun perasaan diri. Mengekspresikan diri, seperti menggambar, menari, maupun mendengarkan music adalah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mendukung diri dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan yang datang.
Resilience bukanlah hal yang instan, tetapi sebuah keterampilan yang bisa dikembangkan melalui latihan dan pengalaman. Dengan memahami faktor-faktor yang memengaruhi resilience dan menerapkan cara-cara untuk menumbuhkannya, kita bisa menjadi lebih kuat dan mampu menghadapi berbagai tantangan hidup dengan kepala tegak.